Menjadi guru bukanlah sebuah profesi yang bersifat duniawi saja, melainkan profit yang didapat juga berimbas pada masa akan datang. Tampaknya identitas guru hanyalah tempelan yang disematkan pada pribadi yang “terlanjur” mengenyam bangku pendidikan keguruan. Bila ditarik garis lurus terdapat ikhwal penyebab terjunnya seseorang dibidang pendidikan. Alasan pertama, karna sebab belajar di dunia keguruan (STKIP), kedua sebab genetis (profesi orang tua sebagai guru), dan alasan yang ketiga karna memang punya I’tikad menjadi pendidik.

Seperti yang diuraikan di atas, alasan seseorang menjadi guru karena jalur pendidikan saat ini sangat banyak bak jamur dimusim hujan, hal ini terjadi semakin banyak perguruan tinggi (PT) membuka jurusan keguruan dengan bermacam spesialisasi. Tuntutan zaman dan bervariasinya kebutuhan manusia akan pemenuhan hidupnya akan  menjadi pemicu PT – PT membuka jurusan keguruan. Makin banyaknya PT yang membuka jurusan keguruan sebenarnya memberikan pengaruh pada kesempatan angkatan kerja dan angkatan kerja.

Angka angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja akan berdampak “positif” pada jumlah pengangguran, sebagai alur berfikir masyarakat yang cenderung prakmatis muncul sebuah idiom,” Dari pada tidak kuliah mending kuliah apa saja”, termasuk guru menjadi guru,”dari pada gak kerja mending jadi guru saja walau gaji gak seberapa”. Perhatikan idiom tersebut, sungguh miris apabila guru bermental demikian, bagaimana bisa membentuk karakter siswa yang baik bila mental gurunya seperti demikian?, itupun masih pembahasan tentang hiroh (semangat) keguruannya belum tentang kompetensinya.

Alasan kedua kenapa menjadi guru adalah karna faktor orang tua yang berprofesi menjadi guru. Orang tua cenderung mendoktrin putra/putrinya berprofesi agar lebih baik dari dirinya, minimal bila orang tuanya ASN (Aparatur Sipil Negara) anaknya juga berprofesi sebagai ASN. Anak yang orang tuanya berprofesi guru berstatus ASN cenderung perkerjaan orang tuanya menjadi idamannya kelak, sehingga jalur PT-nya kelak ke kampus keguruan. Pengaruh saat angkatan kerja ini menjadi guru, maka kompetensi dan mentalnya sudah ditempa di bangku kuliahnya, sehingga ada kemungkinan keprofesionalannya sebagai pendidik terjamin.

Sebab kausatif ketiga ialah memang ada niat khusus menjadi guru. Faktor ketiga ini yang cenderung istimewa karena ada unsur ruhullah artinya ada niat yang tulus untuk mencerdaskan putra/putri bangsa yang diiringi niat demi mengjarkan ilmu Allah. Guru seperti inilah yang sebenarnya dan seharusnya ada setiap satuan pendidikan, menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain sebagai pengejawantahan hadits rosul, dan niat mengamal ilmunya sebagai anjuran sunnatullah.

Guru merupakan ujung tombak pendidikan, salah satu faktor penting berhasilnya pendidikan tergantung bagaimana kapabilitas dan kompetensi guru di sekolah, maka penting kiranya guru berperan sebagai pendidik baik karena tidak sengaja atau sengaja untuk melakukan up greding profesionalitasnya, tentu profesionalitas ini ukurannya kinerja, baik atau tidak kinerjanya, asal – asalan atau tidak mengajarnya, sepenuh hati ataupun setengah hati akan berefek kepada siswa dan dirinya. Guru yang mengajarnya setengah hati akan menghasilkan aura yang berbeda saat di dalam kelas, sehingga proses pembelajaran akan terasa menjemukan baik untuk siswa ataupun bagi guru itu sendiri.

Diantara alasan di atas dapat diambil titik temu bahwa guru mana yang dapat menjadi pendidik secara tepat untuk siswanya bukan??  jujur saja tidak semua siswa dapat belajar dengan baik saat guru A mengajar dikelasnya kadang siswa suka saat kelas guru B, C dan yang lain. Tidak ada siswa yang bodoh, hanya saja dia belum menemukan guru yang tepat. Mengingat tanggung jawab yang besar dengan kompensasi yang tidak sebanding “katanya” menciptakan sosok guru yang seadanya bagi siswanya, maka jangan jadi guru! Karen ajadi guru itu berat biar saya saja

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *